Sepotong Ingatan Putih-Abu

Sudah satu minggu ini Bandung hujan terus. Udaranya dingiiiiinn sekali, rasanya pengen selimutan terus. Entah kenapa hujan selalu membawa ingatanku pada kenangan-kenangan masa lalu. Ada saja gitu kenangan yang terlintas. Hehehe.

 
Di ulang tahunku yang kemarin, aku punya kado untuk diriku sendiri yaitu sebuah novel karya Pidi Baiq: Ancika. Sebenarnya ini bukunya PO udah cukup lama, tapi kebetulan nyampenya pas di hari ulang tahunku. Jadi aku menganggap ini sebuah hadiah untukku. Sudah lama sekali aku gak baca buku apalagi novel makanya aku antusias banget.

Ada yang ngikutin kisah Dilan gaksih? Nah, Ancika ini novel lanjutan dari novel Dilan. Deg-degan bacanya apalagi lagi hujan gini. 

Dikutip dari halaman belakang cover Ancika, Ancika ini, pacarnya Dilan. Mereka saling mengenal setelah Dilan sudah tidak lagi berpacaran dengan Lia. Ya, gitu deh, mau gimana lagi, drama kehidupan namanya juga. Pilihan dibuat, bisa benar, bisa salah. Kita ini hanya manusia dan hidup hanya permainan. Mendingan baca aja. Inilah kisah asmara Ancika dan Dilan. Mudah-mudahan menyenangkan.

Maaf gak bisa ngasih review, suka keceplosan jadi spoiler soalnya. Hahaha. Yang pasti, membaca novel Ancika sangat menyenangkan. Aku seperti dibawa ke masa-masa putih abu. Drama percintaan yang labil juga drama pertemanan yang mana kalau inget sekarang tuh merasa lucu. Masa itu adalah masa paling bebas saat kali pertama aku mulai mengenal sudut-sudut kota Bandung. Masa paling gila dalam hidup, selain gigs-gigs yang aku dan temanku datangi dengan kostum yang samaan, kita juga pernah berjalan kaki dari Asia-Afrika menuju Dipatiukur. Madtari adalah persinggahan terakhir kita saat mencapai Dipatiukur, sekadar jajan mie rebus pake keju dan kornet.

Oh, kenangan. Di sanalah kamu selalu. Melekat dan menjadi bagian hidup.

Comments

Popular Posts